Sabtu, 16 Agustus 2008

The Youth Aids Organization!

Sign up for email updates to receive information regarding new content and photos for this page.

Stories:
Female, 16 years old
A student at Gabane Secondary School
Gaborone, Botswana

“Growing up with many questions in your head that need answers is one of the things that a teenager goes through. This is what I experienced before reading the Choose Life! booklet. I felt confused, lost and scared. Reading the Choose Life! booklet made me feel like I was talking to a friend. I felt so free and open.

Every country in the world is affected by HIV and AIDS. Everyone wants to be free from this disease because we all know how dangerous it is. Reading the booklet gave me so much knowledge about HIV and AIDS, and life in general. It encouraged me to change my attitude and behave positively.

From reading the Choose Life! booklet, I learned how to abstain and therefore be able to concentrate on my studies. I have also become more loving and caring towards people with HIV and AIDS, and less stigmatizing. I do not abuse drugs and alcohol anymore because I learned that nothing positive comes from them. I have already started taking part in sponsored walks to raise money for orphans whose parents died from AIDS. Above all, I learned how to be assertive so that people cannot make me do anything that I do not want to do.

With this positive behavior, I now have time to achieve my goals. I am also free from contracting HIV or falling pregnant. Most of all, I continue to have fun in a good and responsible way.”

Terjemahan by adhinatalia:
Kisah gadis berusia 16thn seorang pelajar di Sekolah Menengah Gabane Gaborone, Botswana

"Tumbuh dengan banyak pertanyaan di kepalamu yang membutuhkan jawaban-jawaban adalah satu hal yang harus dialami oleh para remaja. Inilah yang saya alami sebelum membaca buklet Choose Life! (Pilihlah Hidup!). Saya dulu merasa bingung, terhilang dan ketakutan. Membaca buklet Choose Life! membuat saya merasa seperti berbicara dengan seorang teman. Saya merasa bebas dan terbuka.

HIV dan AIDS telah menginfeksi seluruh negara di Dunia. Setiap orang ingin terbebas dari penyakit ini karena kita sadar betapa berbahayanya. Membaca buklet memberi saya banyak pengetahuan tentang HIV dan AIDS dan tentang kehidupan secara umum. Itu telah mendorong saya untuk merubah kelakuan saya dan bertindak secara lebih positif.

Dari membaca buklet Choose Life!, saya belajar bagaimana mengendalikan ketergantungan alkohol saya dan dengan demikian saya dapat lebih berkonsentrasi pada studi saya. Saya juga menjadi lebih mencintai dan peduli terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV/AIDS, dan tidak lagi bersikap menghakimi. saya juga tidak lagi menyalahgunakan obat dan alkohol sebab saya telah belajar bahwa tak ada yang positif dalam hal-hal itu. Saya juga sudah memulai ambil bagian dalam sponsor untuk menggalang dana bagi para yatim piatu yang orang tuanya meninggal gara-gara AIDS. Di atas segalanya, saya telah belajar untuk bersikap asertif (tidak mudah terpengaruh, mampu mengatakan TIDAK dan berpendirian) jadi orang tidak dapat membuat saya melakukan apa yang tidak ingin saya lakukan.

Dengan tingkah laku yang positif ini, saya sekarang punya waktu untuk meraih cita-cita saya. Saya juga terbebas dari bahaya terinfeksi AIDS atau menderita kehamilan yang tercemar AIDS. Yang terutama, saya meneruskan bersenang-senang dengan cara yang lebih baik dan bertanggung jawab."

Male, 29 years old
Trucker
Kerala, India

“Hello friends, you all know me…I am a trucker from a remote village of Kerala. I am the third among the five siblings in my family. My parents were daily wageworkers and my father died when I was 8 yrs. My school days were similar to other poor children in India, my attraction in going to school was the free mid day meals, which came to an end when I reached my 9th standard. My mother and the rest were not able to bear the finance for schooling, so I became a free bird at the age of 14 and entered in to the truck industry as a helper boy.

As a trucker boy my life changed a lot as I was making enough money and got unlimited freedom and I myself was my master. Years passed, I grew older and you know we have plenty of chances to indulge in sexual activities; my first exposure was at the age of 17 with a sex worker. I soon became a driver.

Once I was playing cards with my friends’ and a fellow with a yellow coat (PSI Interpersonal Communicators) approached us. At that moment I never thought that this meeting was going to be a turning point in my life. He asked about many casual and friendly things and we became friends. He initiated discussions about health problems and HIV/AIDS. Even though I heard about HIV/AIDS, I thought that it won’t affect me. My partners were good-looking and healthy; I thought that I was safe. So I always neglect to use condoms. But he explains about the pandemic in detail and it creates some fear in my mind. All of my friends’ sarcastically said that if any one have AIDS here, it could be me. I enjoyed the jokes and decided to talk to that yellow coat guy secretly.

The valuable information leads me to the Government Public Heath Lab and I tested non reactive. My counselor informed me that I am in window period and to protect me I have to use condoms with all my partners. More over I have to reduce alcohol and to be careful about the influence of my friends on me. I took a decision to practice it and promised to come back after three months for retesting.

I availed VCT services at PSI’s Saadhan clinic this time and tested non-reactive. I was relieved and saved by God’s grace. Really it was a glorious moment in my life.

That experience and process touched me deeply and I told this to my close friends. I was happy that I am not infected with HIV/AIDS. I tried to motivate them for testing and many friends followed me and they too tested. Whenever I am free I tried to help yellow coat persons in conducting awareness programs and media shows.

Thanks a lot to the yellow coat friend and to PSI’s Saadhan Clinic.”

Pria, 29 thn
Supir Truk
Kerala, India

“Halo teman2...Saya seorang supir truk dari sebuah desa di Kerala. Saya anak ke-3 dari 5 bersaudara dalam keluarga saya. Kedua orang tua saya dulu adalah buruh upahan dan ayah saya telah meninggal saat saya berusia 8thn. Hari2 sekolah saya kira2 serupa dengan kebanyakan anak2 miskin di India, yang menarik perhatian saya untuk tetap pergi ke sekolah adalah makan siang gratis, yang berakhir saat saya mencapai level 9 (SMP). Ibuku dan yang lainnya tidak mampu menanggung biaya untuk sekolah, jadi saya menjadi 'burung bebas' pada umur 14thn dan memasuki industri truk sebagai pesuruh.

Sebagai pemuda di kalangan supir truk hidupku berubah banyak karena saya menghasilkan cukup uang dan mempunyai kebebasan tak terbatas dengan saya sebagai tuan atas diri sendiri. Tahun2 berlalu, saya tumbuh semakin dewasa dan kau tahu kami disana punya banyak sekali kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan sexual; pengalaman pertamaku adalah saat saya berusia 17thn dengan seorang pekerja sex. Saya segera kemudian menjadi seorang supir.

Sekali waktu saya sedang bermain kartu dengan teman2 saya dan seorang pria asing yang memakai jaket kuning (PSI komunikator antar personal) mendekati kami. Pada saat itu saya tidak pernah mengira jika pertemuan ini akan menjadi titik balik hidupku. Dia bertanya tentang banyak hal biasa dan ramah lalu kami bersahabat. Pria itu lalu berinisiatif membuka diskusi tentang masalah kesehatan dan HIV/AIDS.

Walaupun saya pernah mendengar tentang HIV/AIDS, saya selalu beranggapan itu tak akan pernah menginfeksi saya. Pasangan-pasangan saya berpenampilan cantik dan nampak sehat; saya mengira saya aman.

Jadi saya selalu lalai menggunakan kondom. Namun pria ini menjelaskan mengenai penyakit yang mendunia ini secara rinci dan semua itu membangkitkan semacam kengerian di hati saya. Semua teman saya dengan sarkastis mengatakan bahwa jika ada yang sampai terjangkit AIDS disini, itu pastilah saya. saya menikmati humornya dan memutuskan untuk berbicara secara diam-diam dengan pria berjaket kuning itu.

Informasi yang berharga itu menuntun saya ke Lab Kesehatan Publik milik pemerintah dan saya menjalani tes. Pembimbingku memberitahu saya bahwa saya dalam masa rawan/tenggang dan untuk melindungi saya, saya harus menggunakan kondom bila berhubungan dengan siapa saja partner tidur saya. Kemudian lebih jauh lagi saya mulai mengurangi konsumsi minuman alkohol dan menjadi berhati-hati pada pengaruh teman2 saya terhadap saya. Saya mengambil keputusan untuk mempraktekkannya dan berjanji untuk selalu kembali setelah 3 bulan untuk test ulang. Saya menjalani VCT service di PSI’s Saadhan clinic kali ini dan terbukti tidak terkontaminasi. Saya sangat lega dan merasa terselamatkan oleh karena Anugrah Tuhan. Sungguh, itu adalah saat paling berharga dalam hidup saya.

Pengalaman itu dan prosesnya menyentuh saya sangat dalam dan saya memeberitahukannya pada teman2 dekat saya. Saya sangat gembira bahwa saya tidak terinfeksi HIV/AIDS. Saya mencoba untuk memotivasi mereka menjalani testing dan banyak teman telah mengikuti saran saya menjalani test tersebut. Kapan saja saya ada waktu bebas, saya mencoba menolong orang2 berjaket kuning dalam memperkenalkan program kesadaran dan show media.

Thanks a lot to the yellow coat friend and to PSI’s Saadhan Clinic.”

PSI Outreach worker
HIV/AIDS and STI Training
Khujand, Tajikistan

“Being an outreach worker at the Population Services International I realized that society needs the work we do.

At one of my mini training sessions, I noticed that one guy was asking many questions related to Sexually Transmitted Infections (STI), the symptoms and consequences. He was born in 1983, and worked as a night shift guard at the market. After mini training he requested to speak to me in private.

During our conversation he said he felt sick for two weeks, headache, malaise, and high temperature. I asked him whether he had unsafe sexual contact or shared a syringe with someone. He said that he practices sex without a condom. I proposed to him to have an anonymous test and suggested going there together. At the same day we went for the test.

In three days we received the results and our concerns were confirmed. He was in the second stage of syphilis. It was very hard for him to realize that he was infected and had syphilis. Currently he takes the full course of treatment. Had we not reached him when we did, it would have been very difficult to treat him later in the course of the infection.

Thanks to our organization we managed to transfer the information necessary for him in time and by this saved his future.”

Minggu, 13 Juli 2008

Yayasan Sinar Pelangi



Yayasan Sinar Pelangi mengadakan Bhakti Sosial operasi gratis untuk bibir sumbing, hernia, noma, luka bakar parah, Tumor, Meningocele, Hydrocephalus, colostomi, kaki bengkok/CTEV, atresiaani

Yang akan dilaksanakan periode Agustus-September 2008
Daftarkan sekarang juga, beritahukan kepada tetangga, kerabat, kenalan yang membutuhkan. Benar2 tanpa biaya.

Alamat:
Jl.Kemangsari II no.39
RT 001/RW 011
Desa Jatikramat
Kel.Jatibening Baru
Pondok Gede
Bekasi

ph.021-848 2279
fax.021-8499 1551

Dari Kalimalang Bekasi:
Turun di Pasar Sumber Artha-Naik angkot S.02 ke arah Pondok Gede. Turun di Pohon Asem di Jl.Kemangsari II msk +/- 400m

Dari Tol Cikampek:
Turun di pintu tol Jatibening-keluar pintu tol naik S.02 ke arah Pondok Gede, turun di Pohon Asem, di Jl.Kemangsari II msk +/- 400m

Dari Pasar Pondok Gede:
Naik S.02 arah Pasar Sumber Artha turun di Pohon Asem, Jl.Kemangsari II msk +/- 400m



Selasa, 06 Mei 2008

Bawa Indonesia ke Era Teknologi!

Berkembangnya teknologi komputer dan jaringan sebenarnya sangat menguntungkan kita sebagai Negara kepulauan yang besar dan luas. Coba berhitung, berapa banyak yang bisa kita hemat dalam anggaran Negara untuk biaya lintas komunikasi dengan adanya kecanggihan masa kini. Berbagai macam pertukaran jenis data dan cara komunikasi dapat dilakukan via jaringan antar komputer dan media internet. Bandingkan efisiensinya dari segi waktu dan biaya dengan apabila kita harus menempuh jarak antar lokasi secara nyata dan mengolah data secara manual.

Penyebaran dan pemerataan pendidikan teknologi ini selayaknya diperhatikan secara serius dan ditindak lanjuti secara intensif, mengingat Indonesia amat membutuhkan efisiensi di segala bidang untuk mengejar semua ketertinggalannya di kalangan Negara-negara Asia sekarang ini. Tanpa bermaksud merendahkan diri atau membandingkan, kita memang banyak tertinggal selama proses pembenahan diri dalam pemerintahan kita yang baru. Namun tak perlu mencari siapa yang bersalah untuk apa, alangkah baiknya jika kita mulai berpikir ke depan demi kemajuan bersama tak peduli siapa yang berkuasa. Karena masalahnya akan sama dan yang kita perlukan bukanlah figur melainkan tindakan nyata.

Penggalakan propinsi Jawa Timur sebagai daerah yang membuka diri terhadap penggunaan teknologi internet bagi warganya patut diacungi jempol. Dan hal ini seharusnya diikuti oleh daerah-daerah lain di seluruh Nusantara. Dimulai dari sektor pendidikan yang menjangkau sekolah-sekolah mulai tingkat SD sampai SMU/Menengah setara. Apabila masalah anggaran menjadi kendala, maka dapat dipertimbangkan sistem pendidikan yang dipusatkan sementara di lingkup warga seperti tingkat kelurahan. Atau operasi pendidikan dan penggunaan fasilitas yang ditempatkan di salah satu ruang kantor pemerintah dan dimanfaatkan antar sekolah dalam satu rayon secara bergiliran.

Pengenalan cara menggunakan komputer dan lain-lain perangkatnya akan sangat membantu bagi siswa dalam mempelajari materi pelajaran dan memperoleh informasi secara cepat sekaligus luas. Juga menolong apabila dalam situasi tertentu dibutuhkan saran dari daerah atau komunitas lain untuk memecahkan persoalan masyarakat yang sedang dihadapi di lingkungan/daerahnya. Misalnya informasi tentang wabah dan penanggulangannya, pertolongan pertama pada korban dan langkah berikutnya, rujukan Rumah Sakit atau info medis lainnya. Bertukar ilmu dan informasi mengenai hama atau kendala bahan-bahan pokok seperti bibit dan lainnya.

Kemudahan komunikasi juga menguntungkan bagi pengelolaan struktur organisasi masyarakat yang akan menjadi lebih sederhana dan dapat bereaksi cepat tanggap terhadap isu-isu daerah, sehingga mampu mengembangkan segi positif dari efek pendidikan teknologi yang didapat. Termasuk meminimalkan resiko terjadinya salah persepsi karena dapat di klarifikasi dalam waktu yang cukup singkat. Hal ini dapat meredam berkembangnya provokasi yang merugikan dan mengganggu ketentraman.

Mulailah membiasakan masyarakat mulai dari siswa/pelajar untuk menggunakan komputer dan perangkat teknologinya, secara global sebenarnya teknologi sudah merambah masyarakat umum melalui perangkat telepon genggam. Sosialisasi dan pendidikan lebih lanjut akan sangat berguna bagi kemajuan masyarakat kita di kemudian hari sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan penggunaan fungsi perangkat teknologi tersebut. Contoh sederhananya Singapura dan Jepang yang sudah lama mendapat bantuan dari warganya untuk mengawasi kejahatan via laporan kamera telepon genggam.

Bawa Indonesia ke Era Teknologi! Sudah saatnya masyarakat kita menunjukkan kemampuan dan kualitasnya. Galang komunikasi dan persatuan dengan lebih efektif, dobrak rasa malu karena gagap teknologi. Sudah bukan jamannya lagi kita menutup diri terhadap perubahan dan arus cepat komunikasi. Yang lebih utama adalah kuasai ilmunya dan terapkan sesuai kebutuhan kita, bila kita menguasai ilmu teknologi itu, maka barulah kemudian kita dapat memilih dan memodifikasi atau bahkan menciptakan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan, nilai kultur dan norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat kita.

Ditulis oleh adhinatalia

natalia.adhi@gmail.com

http://solusi-qta.blogspot.com

http://profiles.friendster.com/adhinatalia

0878 7766 4016/ 021-9948 5040

penulis adalah orang tua tunggal dari 3 putri, pelaku kehidupan dan bagian dari komunitas masyarakat kecil.

Mari berikan kailnya, jangan ikannya!


Mari berikan kailnya, jangan ikannya!

The future of a country is upon its young people, begitu seorang bijak pernah berkata. Masa depan suatu bangsa terletak di pundak generasi mudanya. Indonesia adalah Negara yang kaya akan banyak hal selain hasil bumi dan tambangnya. Jumlah penduduk yang padat sebenarnya dapat menjadi sumber kekayaan tenaga kerja yang berkualitas dan bisa diandalkan untuk memajukan bangsa. Bila ditelusuri lebih jauh, banyak sungguh anak-anak bangsa yang berprestasi di tingkat Internasional sehingga bahkan diminta bekerja atau menjadi warga Negara asing yang menhargai dan membutuhkan kepandaian mereka. Melebihi Negara kita sendiri. Sebagai contoh tanpa perlu menyebutkan secara spesifik, ada remaja kita yang bekerja di NASA sebagai tenaga ahli riset, perempuan pula. Ada pemuda kita yang memenangkan pencarian bakat yang kini bekerja di Google, salah satu raksasa internet. Ada yang kini bahkan menjadi ahli pembuatan komponen pesawat terbang yang bekerja untuk Malaysia. Beberapa siswa kita pun kerap memenangkan kejuaraan Internasional bergengsi di bidang Fisika dan Matematika. Ada seorang ibu muda yang menjadi salah satu pelopor merebaknya e-book saat ia menemani suaminya di Virginia sana. Ada pula atlet-atlet cilik yang berprestasi di ajang Internasional namun atas biaya dan nama pribadi. Dan masih banyak lagi prestasi anak-anak bangsa kita yang terekam mau pun yang tidak terekam oleh media.

Semua ini membuktikan, banyak dari rakyat kita yang memiliki kemampuan tinggi di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan olah raga. Belum termasuk yang bergelut di bidang riset obat-obatan/medis, lingkungan, pendidikan dan sebagainya. Dan itu berarti sebenarnya banyak terbuka kesempatan dan peluang bagi jutaan masyarakat kita untuk mengejar prestasi dan menghasilkan karya dalam berbagai sektor kehidupan.

Mari buka mata dan tengok sekitar kita, inilah nasib kebanyakan anak-anak Indonesia yang tersebar di berbagai kota besar di Negara ini. Tulisan pembuka di atas hanya untuk mengingatkan kita, bahwa kemampuan dan kepandaian masyarakat kita tidak berbeda dengan masyarakat Internasional, yang membedakan hanya fasilitas dan dukungan pemerintahnya, serta peran masyarakat itu sendiri.

Betapa sayangnya bila hal seperti ini terus menerus dibiarkan, banyak sekali orang tua yang kini memang sengaja memeras tenaga anak-anak mereka yang masih di bawah umur untuk mengais belas kasihan pada orang-orang di jalanan. Kemiskinan dan kekurangan hanyalah sebuah pulasan alasan untuk bermalas-malas dan menelantarkan anak-anak mereka.

Inilah kenyataannya, di setiap pelosok perkotaan kita dapat menemukan anak-anak lusuh dan kelaparan berlarian kesana kemari sekedar mengumpulkan recehan. Naik turun bus untuk mengamen sudah dilakoni sejak usia sangat dini, yaitu balita, yang dibawa-bawa oleh entah kakaknya atau ibu-ibu yang belum tentu adalah ibu kandungnya. Miris? Wah, seandainya saja kita juga mulai membayangkan bagaimana perasaan anak-anak itu, lengket, kotor, lapar dan lelah….para balita yang haus akan susu, malah diberi air teh yang sudah basi atau air putih yang tak bergizi. Jangan ditanya soal higienisnya, sudah pasti jauh dari standar. Lalu, jika sudah begini, bagaimana jadinya pertumbuhan dan kualitas fisik mereka kelak? Padahal merekalah yang justru akan menjadi fondasi bangsa ini berikutnya, jika mereka tumbuh dalam keadaan yang serba tidak memadai bagaimana mereka akan dapat berkembang dengan baik dan berprestasi?


Mungkin banyak sudah yang mencoba membahas dan menyuarakan hal ini, tetapi agaknya solusi belum menjadi bagian yang benar-benar tersorot. Dalam tulisan saya ini, saya mencoba memberikan masukan yang sedianya dapat menjadi alternatif pemecahan masalah yang dapat memberikan hasil optimal dengan bantuan dan peran serta pemerintah. Mari berikan kailnya, jangan ikannya.

Saat ini pemerintah telah merintis upaya BOS atau bantuan berupa biaya sekolah gratis bagi masyarakat. Khususnya bagi yang tidak mampu. Namun disadari atau tidak, cara ini belumlah dapat dikatakan memberikan hasil yang maksimal baik dari segi mutu pendidikan mau pun kesejahteraan para pelaku pendidikan. Tanpa dapat menutup mata, bantuan ini menghabiskan biaya yang menguras kas Negara dan jumlahnya tidak sedikit tanpa memberikan potensi imbal balik yang nyata bagi investasi intelektual Negara. Terutama melihat dari jumlah penduduk yang akan terus bertambah. Sebenarnya segala permasalahan mesti dilihat sebagai suatu hal yang berhubungan satu sama lain. Dengan demikian kita akan dapat menyusun prioritas sebagaimana kita dapat memprediksikan langkah mana yang akan berimbas pada apa, sepadankah manfaatnya dan kapan akan dapat dirasakan hasilnya. Beberapa masalah berkaitan dengan pendidikan dan kesejahteraan anak yang ingin saya ajukan solusinya dapat dibaca di bawah ini.

Masalah bantuan pendidikan, saran saya adalah membatasi jumlah anak yang menerima bantuan dari tiap keluarga yaitu 2 anak saja per keluarga. Dan boleh memilih yang berprestasi, jadi bukan dibatasi hanya anak tertua dan kedua saja. Dengan hanya menanggung 2 anak per keluarga, pemerintah jadi memiliki peluang untuk alokasi dana kepada penyediaan fasilitas pendidikan dan pemeliharaan kesejahteraan para pendidik, sehingga pada garis besarnya bantuan dapat dinikmati secara merata di kalangan pendidikan. Efeknya baik pengajar mau pun yang menerima pengajaran jadi lebih terfokus dan terpenuhi kebutuhannya untuk menghasilkan sesuatu bersama-sama.

Mulai adaptasi pola dari China dan Jepang yang sempat membatasi jumlah anak dalam keluarga, ini adalah suatu hal yang baik dan patut diterapkan. Contoh, mulai tahun 2009 nanti jumlah anak dalam keluarga baru menikah/pasangan muda dibatasi hingga 2 anak. Nah, 2 anak ini nantinya akan mendapat bantuan pendidikan dari pemerintah secara gratis hingga jenjang perguruan tinggi. Jika ternyata pasangan tersebut melahirkan anak ketiga, maka semua biaya pendidikan anak ketiga tersebut (dan yang berikutnya kalau ada) akan menjadi tanggung jawab sang orang tua. Dan hal ini harus ditetapkan dalam hukum/peraturan yang jelas. Sehingga para orang tua akan benar-benar memperhatikan perkembangan dan kesejahteraan anak-anaknya. Apabila ternyata mereka tidak mampu pun, ada alternatif lain yang bisa diambil seperti home schooling yang saat ini berkembang atau pendidikan ketrampilan khusus. Apa pun pilihannya sang anak tetap harus dibekali kemampuan hidup. Abortus tetap tidak dibolehkan. Efek positif dari hal ini adalah menghambat pertambahan penduduk yang pesat dan mengarahkan kepada kualitas generasi muda berikutnya. Juga membuat para orang tua tidak bisa seenak-enaknya menyerahkan permasalahan pendidikan dan kesejahteraan anak-anak pada pemerintah begitu saja, bagaimana pun kemampuan pemerintah terbatas.

Mulai mengorganisir lembaga-lembaga yang potensial dan memfokuskan diri pada bantuan pendidikan dan ketrampilan khusus baik yang berasal dari dalam mau pun luar negri agar bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih terarah dan praktis. Analisa dan evaluasi area pendidikan yang lebih terperinci, kita dapat menerapkan pola didik yang fleksibel, tidak harus semua anak dan daerah menjadi ahli di bidang akademis/pendidikan formal. Apabila di satu area telah terkenal dengan suatu kerajinan atau potensinya, dapatlah dikembangkan pendidikan yang lebih mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan potensi area tersebut. Sebagai contoh, untuk area yang lebih menonjol sektor pertaniannya, kita dapat menerapkan pendidikan yang lebih terperinci berkaitan dengan pertanian dan perkebunan untuk menghasilkan tenaga ahli di bidangnya. Mencakup riset dan penyuluhan. Sebaliknya, di area yang lebih berkembang dalam hal sentra kerajinan kayu atau furniture, kita dapat memfokuskan pengembangan pilihan pendidikan tentang desain kayu, pengenalan mutu, perbandingan harga, pemrosesan, dan sebagainya untuk menghasilkan ahli-ahli di bidang perkayuan dan desain. Di area sentra makanan, kita masih dapat mengembangkan keahlian tata boga dan gizi, pengemasan dan pengawetan, pengetahuan mengenai bahan-bahan kimia makanan, dan lain-lain.

Keuntungan dari hal ini adalah menjangkau semua tingkat daya serap dan kemampuan anak-anak dan remaja yang berbeda-beda. Sehingga mereka dapat memperoleh ilmu yang sesuai dan dapat diterapkan di daerahnya atau daerah lain yang membutuhkan. Mereka selain akan mampu bekerja dan memperoleh pekerjaan juga memiliki daya saing tinggi di banding jenjang sekolah umum. Sementara anak-anak yang memilih sekolah akademis adalah mereka yang minatnya menjadi professional di bidang tertentu yang memang sesuai kemampuan mereka, misalnya pengacara, akuntansi, dokter, professor, dan lain-lain. Keuntungan secara global, Indonesia akan memiliki dan mendidik banyak tenaga ahli potensial dari berbagai wilayah di berbagai sektor yang tumbuh berkembang secara bersamaan. Inilah kekayaan intelektual kita.

Memfokuskan pada sesuatu yang lebih terperinci dan terarah membuat apa yang kita mulai rintis dan bangun berjalan di jalur yang tepat, tidak membuang waktu, tenaga dan biaya secara percuma. Hasilnya pun akan dapat terlihat lebih optimal dan manfaatnya dapat segera terasa. Kejelasan sikap dan tindakan program ini bisa membangun suasana kondusif yang menentramkan masyarakat dimana pada akhirnya akan membuahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Tidak perlu repot-repot mencari kepercayaan masyarakat internasional lebih dulu, perhatikanlah terutama masyarakat dalam negri sendiri. Bila keadaan dalam negri telah tertata dan berjalan baik, hal-hal lain seperti investor asing dan penanam modal akan kembali berdatangan untuk meraih keuntungan bisnis dengan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi. Tentunya bukan dengan upah buruh minimal. J

Ditulis oleh adhinatalia

natalia.adhi@gmail.com

http://solusi-qta.blogspot.com

http://profiles.friendster.com/adhinatalia

0878 7766 4016/ 021-9948 5040

penulis adalah orang tua tunggal dari 3 putri, pelaku kehidupan dan bagian dari komunitas masyarakat kecil.